Tuesday, May 16, 2006

Poskup 160506

Dialog antarumat beragama di Maumere
Perempuan sering diabaikan

Maumere, PK
Pater Dr. Philipus Tule, SVD, mengungkapkan, keterlibatan perempuan dalam aneka aktivitas pembangunan, khususnya pembangunan bidang agama dengan topik kerukunan sering diabaikan pemerintah maupun pimpinan keagamaan, baik oleh lelaki maupun oleh perempuan sendiri.
Pater Philipus mengungkapkan hal tersebut ketika membawakan materi mengenai peraran perempuan dalam pengembangan dialog kerukunan umat beragama di Nusa Tenggara Timur yang berlangsung di Aula Dispenda Kabupaten Sikka dengan moderator Pater Dr. Paul Budi Kleden, SVD, Jumat (12/5). "Usaha penyadaran dan penggalangan wacana serta gerakan perempuan dalam usaha pengembangan kerukunan perlu ditingkatkan. Pada hakekatnya tidak semua elemen agama, masyarakat dan budaya NTT yang secara mutlak mensubordinasikan perempuan dari kaum lelaki," kata Pater Philipus.
Menurutnya, perempuan harus lebih dilibatkan dan diandalkan dalam aktivitas dialog dan kerukunan karena perempuan memiliki karakakter dan emosi yang lebih menunjang untuk meredam atau pun mengatasi aneka potensi dan fenomena konflik. "Para perempuan memiliki simpati, kepedulian sosial, solidaritas terhadap sesama jauh lebih baik dari kaum pria," ujar Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero ini.
Dengan modal dasar keibuan serta kehalusan budi dan kelemahlembutan karakter serta emosi, jelas Pater Philipus, para perempuan memiliki wahana handal dalam membentuk budi pekerti luhur, rukun, sabar, dan cinta damai di kalangan anak anak dan kerabatnya baik di rumah dan lembaga pendidikan formal maupun masyarakat.
Sementara Pdt. Dr. AA Yewangoe dalam materinya tentang aktualisasi nilai-nilai agama mengatakan, kewajiban pemerintah adalah mewakili negara mengayomi semua umat beriman. Pemerintah tidak boleh mencampuri urusan intern agama. Misalnya bukan tugas pemerintah untuk mencap suatu aliran itu sesat. "Itu tugas dari agama yang bersangkutan yang diselesaikan bukan dengan mengerahkan polisi, tapi dengan mengadakan percakapan percakapan yang berbuah," katanya.
Yewangoe melanjutkan, dewasa ini telah diberlakukan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006. "Peraturan bersama (Perber) itu dimaksudkan untuk mempermudah umat beragama menjalankan ibadah mereka dengan antara lain mendirikan rumah ibadah. Perber itut tidak boleh dipakai untuk mempersulit kelompok lain menjalankan ibadah mereka. Kalaudemikian, maka perber itu dicabut atau setidak-tidaknya ditinjau kembali," ujar Ketua Umum PGI itu.
Sedangkan Prof. Dr. M Ridwan Lubis dalam materinya tentang pendekatan multikulturlisme dan hubungan umat beragama mengatakan, agama adalah pilihan pribadi, dan tidak ada seorang pun yang mempunyai hak untuk mengintervensi. "Kebebasan menjalankan ibadah ya, tapi ada rambu-rambu ketika memasuki relasi sosial. Karena ada singgung-menyinggung maka perlu diperhatikan rambu-rambu," ujarnya.
Wakil Ketua MUI NTT, Jamal Ahmad, mengatakan, dialog seperti ini harus dibangun secara terus-menerus. "Dengan duduk bersama, berjalan bersama, berpikir bersama, maka akan bisa mendapatkan suatu wacana yang sama mengenai kerukunan antarumat beragama dan bisa disosialisaikan ke masyarakat karena itu dialog seperti ini harus terus dibangun," ujar Jamal. (ira)

No comments: